Berikan Komentar Anda:
Disebutnya nama Nabi Musa, sudah menjadi sebuah rangkaian yang membelenggu pemikiran para pembacaku, mereka berfikir ini merupakan cerita-cerita yang terjadi dahulu kala. Disebutkannya Nabi Musa hanya bertindak sebagai topeng, tetapi cahaya Nabi Musa adalah persoalan terkini, wahai sahabatku.
Nabi Musa dan Fir’aun itu di dalam dirimu: engkau mesti mencari pihak-pihak yang bertentangan ini di dalam dirimu-sendiri.
Penjanaan Nabi Musa akan terus berlaku hingga Hari kiamat: Cahaya itu tidak berlainan, walaupun pelitanya berlain-lainan. Lampu tanah ini berlainan dengan sumbu itu, tetapi cahaya mereka tidak berbeda: ia dari Alam Sana.
Jika engkau terus melihat kaca lampu, engkau akan dikelirukan, karena dari kaca muncullah pelbagai keragaman. Tapi jika pandanganmu kekal kepada Cahaya, engkau akan dibebaskan dari keragaman dan bermacam-macamnya bentuk yang terbatas.
Dari tempat yang menjadi objek pandangan, wahai engkau yang adalah hakikat kehadiran, dari sanalah bangkit perbedaan antara seorang yang beriman sejati dengan seorang Zoroaster, dan dengan seorang Yahudi.
Seekor gajah ditempatkan dalam sebuah bilik yang gelap: beberapa orang Hindu membawanya untuk dipamerkan.
Banyak orang datang untuk melihat, semua masuk ke dalam kegelapan.
Karena melihatnya dengan mata tidaklah mungkin, semua orang merabanya, di pusat kegelapan, dengan telapak tangan masing-masing.
Orang yang tangannya meraba belalainya berkata: “Makhluk ini seperti sebuah saluran pipa air.”
Bagi orang yang tangannya menyentuh telinganya, dia tampak seperti sebuah kipas.
Orang yang lain lagi, yang memegang kakinya, berkata: “Menurutku bentuk gajah itu seperti sebuah Pilar.”
Yang lainnya, mengusap belakangnya, berkata: “Sesungguhnya, gajah ini seperti sebuah singgahsana.”
Demikianlah, ketika seseorang mendengar (Gambaran mengenai sang gajah), dia memahami (hanya) sesuai dengan bagian yang disentuhnya saja.
Berdasarkan (beragamnya) objek pandangan, berbeda-bedalah dakwaan mereka: satu orang mengatakannya bengkok seperti “dal,” yang lain berkata lurus seperti “alif.”
Sekiranya tangan masing-masing orang memegang lilin, tiada perbedaan di dalam kata-kata mereka.
Pandangan persepsi-pancaindera itu hanyalah seperti telapak tangan; tidaklah telapak tangan itu memiliki kemahiran untuk mencapai keseluruhan gajah.
Mata bagi Lautan adalah suatu hal, manakala buih itu suatu hal yang lain lagi: tinggalkan buih dan lihatlah dengan mata bagi Lautan.
Siang-malam, tiada hentinya pergerakan arus-buih dari Lautan: engkau memandang buih, tetapi tidak Lautnya. Kita bertumbukan satu sama lain, seperti perahu: mata kita gelap, sungguhpun kita terletak pada air yang jernih.
Wahai Rabb, engkau yang telah tertidur di dalam perahu ragamu, engkau sudah melihat air, tetapi lihatlah kepada Air dari air itu.
Air itu mempunyai Air yang menggerakannya: jiwa itu mempunyai Ruh yang memanggilnya.
Dimanakah Nabi Musa dan Nabi Isa ketika Sang Matahari memercikkan air kepada ladang biji ciptaan?
Dimanakah Nabi Adam dan Hawa, ketika Tuhan memasang tali kepada busur ini? Lisan ini juga kelu; lisan yang tidak kelu itu dari Sebelah Sana.
Jika Dia bercakap dari sumber itu, kakimu akan menggeletar; tapi jika dia tidak membincangkan itu, sungguh malang nasibmu!
Dan jika Dia bercakap dengan memakai ibarat, wahai anak-muda, engkau akan terhijab oleh bentuk-bentuk itu.
Engkau terbenam ke bumi, seperti rumput kau angguk-anggukkan kepala mengikuti hembusan angin; tanpa kepastian.
Tetapi engkau tidak mempunyai kaki yang dapat membuatmu beranjak, atau cobalah menarik kakimu keluar dari lumpur itu.
Bagaimana mungkin engkau menarik kaki kamu? Hidupmu itu dari lumpur tersebut: luar-biasa beratnya untuk kehidupan seperti milikmu untuk berjalan.
Tapi ketika engkau menerima kehidupan dari Tuhan, wahai huruf-berirama, engkau menjadi mandiri dari lumpur ini, dan akan dibangkitkan.
Apabila bayi yang semula menyusui disapih dari jururawat, dia menjadi pemakan serbuk dan beranjak darinya.
Seperti benih, engkau terikat kepada susu dari bumi: Upayakanlah untuk menghentikan dirimu dengan mencari makanan untuk qalb-mu.
Minumlah kata-kata Hikmah, karena ia adalah cahaya yang terhijab, wahai engkau, yang tidak mampu menerima Cahaya tanpa hijab;
Hingga engkau menjadi mampu menerima Cahaya, wahai jiwa; sehingga engkau mampu menatap tanpa hijab kepada sesuatu yang (kini) tersembunyi.
Dan jelajahilah langit seperti bintang; atau bahkan berkelanalah tanpa-batas, bebas dari langit mana pun.
Engkaulah yang datang menjadi dari ketiadaan. Katakan, bagaimana caranya engkau menjadi? Engkau tiba tanpa menyadarinya.
Bagaimanakah caranya engkau datang, tidaklah engkau ingat, tetapi akan kami lantunkan sebuah isyarat.
Bebaskanlah nalarmu, dan perhatikan!
Tutuplah telingamu, lalu dengarlah!
Tidak, takkan kuceritakan padamu, karena engkau masih mentah: engkau masih di musim semimu, belum lagi engkau sampai ke bulan Tamuz.
Wahai makhluk mulia, alam dunia ini seperti sebatang pohon, kita seperti buah setengah-matang pada pohon itu.
Buah setengah-matang melekat erat ke dahan, karena sepanjang mereka belum masak, taklah mereka sesuai untuk istana.
Ketika mereka sudah masak dan menjadi manis, sambil menggigit bibirnya, mereka sekadar melekat saja ke dahan.
Apabila mulutnya sudah dibuat manis oleh kesentosaan, kerajaan alam dunia ini menjadi tawar untuk sang Lelaki.
Memegang erat dan melekatnya jiwa seseorang begitu kuatnya merupakan tanda ketidak-matangan:
di sepanjang engkau itu adalah embrio, pekerjaanmu adalah meminum-darah.
Banyak perkara yang lain lagi, tetapi Ruh al-Quds akan memberitahu kisah itu, tanpa aku. Tidak, walaupun engkau akan mengisahkannya ke telingamu sendiri, tanpa aku, ataupun yang selain dari Aku, wahai engkau yang seperti Aku.
Seperti ketika engkau tertidur, engkau beranjak dari hadiratmu kepada hadirat dirimu-sendiri:
Engkau mendengar dari dirimu-sendiri, dan menganggap bahwa seseorang sudah menceritakan kepadamu di dalam mimpi.
Wahai sahabat, engkau bukan “engkau” yang tunggal; tidak, engkau adalah lelangit dan lautan yang dalam.
“Engkau” -mu yang perkasa-sembilan-ratus kali lipat- adalah lautan dan tempat tenggelamnya seratus “engkau.”
sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan istilah jaga dan tidur?
diamlah, karena _ lah yang yang lebih tahu apa yang benar.
diamlah, supaya engkau dapat mendengar Yang Bersabda, apa-apa yang tidak akan terdapat dalam kenyataan atau dalam penjelasan.
diamlah, agar engkau dapat mendengar dari Matahari, apa-apa yang tidak disenaraikan dalam buku atau dalam pemberian.
diamlah, supaya jiwa yang berbicara bagimu: di dalam Bahtera Nuh tinggalkanlah berenang!
Rumi, Matsnavi III 1251 – 1307 Terjemahan ke Bahasa Inggeris oleh Nicholson.
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Salah satu rukun iman yang dinyatakan dalam Al Quran adalah mengimani malaikat. Artinya umat muslim juga wajib meyakini keberadaan malaikat beserta proses penciptaannya.
Malaikat merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah yang diberikan misi tertentu dalam mengatur urusan di langit maupun di bumi. Sebab menurut bahasa, malaikat berasal dari bentuk jamak dari kata malak yang berasal dari mashdar al-alukah yang berarti ar-risalah (misi atau pesan).
Sementara itu, secara istilah malaikat adalah salah satu jenis makhluk Allah yang diciptakan khusus untuk taat dan beribadah kepada-Nya serta mengerjakan semua tugas-tugasnya. Hal ini pula yang menjadikan penciptaan antara manusia dan malaikat berbeda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof. Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar dalam buku yang bertajuk Rahasia Alam Malaikat, Jin dan Setan, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah binti Abi Bakar, Rasulullah SAW pernah menceritakan bahwa malaikat diciptakan dari cahaya. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ ». (رواه مسلم)
Artinya: "Malaikat itu diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepada kalian." (HR. Muslim).
Berdasarkan hadits di atas, kita hanya sebatas mengetahui bahwa malaikat diciptakan dari cahaya. Sebab itulah kajian lebih lanjut terkait cahaya apa yang menjadi asal penciptaan malaikat tidak dapat dilakukan.
Menurut buku Mengundang Malaikat ke Rumah yang ditulis oleh Mahmud asy-Syafrowi, karena malaikat diciptakan dari cahaya maka malaikat pun mewarisi sifat-sifat cahaya di antaranya adalah malaikat tidak dapat terlihat dan mampu bergerak secepat cahaya.
Adapun mengenai ciri-ciri yang menyertai malaikat, Cendekiawan muslim Quraish Shihab dalam bukunya bertajuk 'Malaikat dalam al-Qur'an: Yang Halus dan Tak Terlihat', menyebut, malaikat tidak berjenis kelamin dan tidak melakukan dosa.
Berikut ini ciri-ciri malaikat lainnya yang dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber.
1. Berukuran Sangat Besar
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Melansir dari buku Keseimbangan Matematika Dalam Al Qur'an yang ditulis oleh Abah Salma Alif Sampayya, dalam riwayat lain disebutkan bahwa besarnya malaikat Jibril disetarakan dengan semua bintang-bintang di langit berada di antara dua alis mata malaikat Jibril.
Riwayat lain juga menceritakan tentang besarnya ukuran malaikat. Abu Dawud meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah bersabda:
"Aku diizinkan untuk menceritakan tentang salah satu malaikat penyangga Arsy. Jarak antara daun telinga dan pundaknya adalah perjalanan tujuh ratus tahun." (HR. Abu Dawud)
Malaikat juga diketahui memiliki sayap sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya. Ada yang mempunyai dua sayap, ada yang tiga atau empat sayap, bahkan ada yang lebih banyak lagi.
Hal ini tercantum dalam QS. Faathir ayat 1 yang berbunyi:
الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۚ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: "Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Faathir: 1).
Masih mengutip dari buku yang sama, bunyi riwayat lain yang menyebutkan tentang sayap yang dimiliki malaikat berjumlah 600 sayap adalah sebagai berikut:
"Dari Ibnu Mas'ud RA berkenaan firman Allah yang artinya: "Maka Tuhan mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang diwahyukan-Nya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain." (QS. An-Najm: 10) Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah pernah melihat Jibril dalam wujud aslinya. Jibril memiliki enam ratus sayap dan setiap satu sayap mampu menutupi cakrawala." (HR. Imam Ahmad).
Quraish Shihab dalam buku yang sama mengatakan jumlah malaikat sungguh banyak dan terhitung jumlahnya. Namun jumlah malaikat yang wajib diimani oleh umat muslim adalah 10 malaikat yaitu, Jibril, Mikail, Israfil, Izrafil, Munkar, Nakir, Raqib, Atid, Malik, dan Ridwan.
Dari sepuluh malaikat tersebut, hanya satu malaikat yang pernah dilihat oleh Nabi Muhammad dalam bentuk rupa aslinya, yaitu malaikat Jibril saat Isra' Mi'raj di Gua Hira. Hal ini pun diceritakan dalam firman Allah Quran Surat At Takwir ayat 23:
وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ
Artinya: "Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang." (QS. At Takwir: 23)
Itulah penjelasan mengenai asal penciptaan malaikat dari cahaya dan ciri-cirinya. Semoga bermanfaat!
Mohon isi biodata Anda terlebih dahulu agar tetap terhubung dengan kami
Nomor Telpon harus diisi
Mohon isi nomor telepon dengan benar
Mohon isi kode telepon
Mohon isi email dengan benar
Nama Perusahaan harus diisi
Jika tidak ada nama perusahaan, mohon ketik N/A
Pastor Jeremiah Zhang | 1 Raja-Raja 8 |
Hari ini kita akan melihat pada pasal 8 dari 1 Raja-Raja. Pasal 8 mencatat proses upacara pentahbisan Bait Suci. Kita akan fokus pada doa yang disampaikan oleh Solomo di Bait Suci saat pentahbisan Bait Suci. Doa ini memiliki banyak makna spiritual dari mana kita dapat mempelajari banyak prinsip-prinsip spiritual. Sebelum kita melihat pada doa Salomo, mari kita pertama-tama melihat pada 1 Raja-Raja 8:1-2:
Sebelum bangsa Israel memiliki Bait Suci, Tabut Perjanjian Tuhan ditempatkan di dalan Kemah Pertemuan. Pada tahun-tahun di bawah imam Eli, kaum Filistin mengalahkan Israel. Setelah mereka menjarah Tabut Perjanjian, Tabut itu terpisah dari Kemah Pertemuan. Walaupun saat Tabut Perjanjian dikembalikan ke Israel, Tabut itu tidak ditempatkan di dalam Kemah Pertemuan. Satu situasi yang aneh: Kemah Pertemuan dan Tabut Perjanjian berada di dua tempat yang berbeda.
Ayat 4 berkata, para imam dan Lewi mengangkut Tabut TUHAN dan Kemah Pertemuan ke dalam Bait Suci, tapi itu tidak bermakna bahwa Tabut dan Kemah Pertemuan datang dari tempat yang sama. Sebelumnya, Tabut Perjanjian berada di kota Daud. Dan Kemah Pertemuan berada di Nob. Kita tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang di mana bangsa Israel menyembah dan mempersembahkan korban pada Allah. Karena tidak ada satu tempat yang khusus di mana penyembahan dan korban dipersembahkan pada Allah, maka tidaklah mengherankan bahwa banyak orang Israel melakukan upacara persembahan korban di tempat-tempat tinggi pilihan mereka. Dan mereka secara tanpa sadar telah mengikuti tradisi penyembahan berhala yang dilakukan oleh orang Kanaan.
Setelah Bait Suci dibangun, Tabut Perjanjian dipindah ke ruangan dan tempat yang paling kudus di dalam Bait Suci. Sejaki waktu itu, Bait Suci mengambil tempat Kemah Pertemuan. Jadi kepentingan Bait Suci adalah Bait Suci menyediakan suatu tempat di mana bangsa Israel bisa menyembah. Mereka dapat menyembah serta mempersembahkan korban pada Allah di satu tempat yang sama di bahwa pengajaran dan bimbingan para imam dan Lewi. Dengan cara ini, bangsa Israel bisa menghentikan kebiasaan tradisional menyembah berhala yang dilakukan oleh orang Kanaan. Tentu saja, rencana ini menyembuhkan gejala-gejalanya tapi masih tidak menangani akar persoalan. Jika kita meneruskan pembacaan, kita akan segera melihat bahwa bangsa Isarel tidak berhenti dari menyembah berhala setelah pendirian Bait Suci. Penyembahan berhala adalah masalah hati. Sekiranya tidak ada rasa takut pada Allah di dalam hati, kita akan terus menyembah berhala sekalipun kita mempunyai gereja yang paling bagus, pendeta yang paling baik dan pengajaran yang terbaik.
Mari kita melanjutkan untuk membaca 8:10-13:
Bangsa Israel melihat Tabut Perjanjian sebagai takhta Allah dan hadirat Allah. Ayat 10 berkata setelah Tabut itu masuk ke ruangan maha kudus, terdapat awan yang meliputi seluruh Bait Suci. Bagi mereka yang membaca Keluaran akan mengaitkan peristiwa ini dengan situasi yang sama saat Kemah Pertemuan ditinggikan di padang pasir. Kita melihat ini di Keluaran 40:34-35:
Awan mewakili hadirat Allah. Kemuliaan Allah begitu memenuhi Kemah Pertemuan sehingga Musa tidak dapat masuk. Kemuliaan ini adalah simbol bahwa Allah hadir bersama bangsa Israel. Saat Salomo mempersembahkan Bait Suci, situasi yang sama terjadi. Awan menutupi Bait Suci sampai para imam tidak dapat meneruskan pelayanan. Bait Suci dipenuhi oleh kemuliaan Allah. Ini adalah simbol bahwa Allah menerima korban persembahan dan mau hadir bersama bangsa israel. Jadi Salomo mengambil satu lagi langkah untuk mengundang Allah untuk menerima Bait Suci sebagai tempat tinggalNya buat selama-lamanya.
Sejak bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan, mereka telah banyak kali memberontak melawan Allah. Mereka tidak menepati perjanjian dengan Allah.Bangsa Israel sudah jatuh semakin dalam ke dalam dosa. Allah sama sekali enggan untuk tinggal bersama mereka. Dan Allah bahkan mengizinkan Tabut Perjanjian untuk dibawa pergi oleh kaum Filistin sebagai suat pesan bagi bangsa Israel bahwa Allah telah meninggalkan mereka. Jadi Bait Suci yang dibangun dan dipersembahkan oleh Salomo merupakan suatu simbol tentang suatu permulaan yang baru.
Kita akan fokus pada doa pentahbisan Bait Suci yang disampaikan oleh Salomo. Kita akan membaca dari ayat-ayat 22-26:
Di dalam perikop berisi doa ini, kata “hamba” muncul empat kali. “Hamba” di sini menunjuk pada Daud. Salomo memahami bahwa dia dapat mewarisi takhta dan dapat dengan baik menyelesaikan pembangunan Bait Suci karena Allah telah menepati janjiNya dan karena kasih setiaNya. Di sepanjang hidupnya Daud berjalan dihadapan Allah dengan segenap hatinya, itulah alasan mengapa Allah mengingatnya, menggenapi keinginannya dan memberkati keturunannya. Jadi, kita dapat melihat bahwa jika seseorang mengasihi Allah dengan segenap hati dan akal budinya, bukan saja dia akan mengalami realita dan kasih Allah, namun keturunannya juga akan diberkati karenanya.
Tapi kita tidak boleh menganggap pasti berkat dari Allah untuk keturunan Daud. Mereka juga harus mengasihi Allah, sama seperti Daud, dengan segenap hati dan akal budi mereka. Sama seperti yang disebut di ayat 25, hanya jika anak-anak Daud tetap hidup di hadapan TUHAN sebagaimana Daud hidup di hadapan Allah. Allah akan memberkati mereka dan memperkuatkan takhta mereka. Jadi Salomo dengan jelas memahami tanggungjawabnya. Jika dia mau tetap duduk di atas takhtanya dan mau keturunan untuk mewarisi takhta itu, dia harus belajar dari orang tuanya, yakni mengasihi Allah dengan segenap hati dan akal budi.
Kita tidak boleh menganggap pasti berkat rohani. Banyak orang yang berpikir bahwa jika orang tua mereka sangat mengasihi Allah, maka anak-anak mereka bisa dengan santai menikmati buah yang merupakan keberhasilan orang tua mereka. Sebenarnya bukan demikian halnya. Jika orang tua tidak tunduk pada Allah, maka anak-anak mereka akan terpengaruh dan tidak akan takut pada Allah saat mereka menjadi dewasa. Jika orang tua mengasihi Allah, maka pintu berkat akan dibuka bagi mereka. Jika mereka mau masuk ke dalamnya, Allah akan memberkati mereka. Tapi kuncinya adalah apakah anak-anak mau belajar dari orang tua mereka untuk mengasihi Allah dengan segenap hati dan akal budi mereka. Jadi kita dapat melihat bahwa pilihan yang dibuat seseorang itu sangatlah penting. Kita akan meneruskan untuk membaca ayat-ayat 27-30:
Bait Suci adalah tempat untuk mencari Allah
Salomo memiliki persepsi spiritual yang sangat tajam. Di dalam doa ini, Salomo menyebut kata “doa” sebanyak empat kali. Dia memahami bahwa Bait Suci menyediakan bagi bangsa Israel suatu tempat untuk berdoa pada Allah dan tempat untuk mencari Allah. Setiap orang yang datang ke Bait Suci merindukan nama Allah, mereka bisa berdoa pada Allah di Bait Suci. Allah akan mendengarkan doa-doa mereka. Allah memilih Bait Suci ini untuk menjadi tempat di mana bangsa Israel bisa berdoa pada Allah. Jadi mereka bisa membangun relasi dengan Allah. Jadi Salomo berdoa kepada Allah meminta agar Allah mendengarkan mereka yang datang ke Bait Suci untuk berdoa dan mencariNya.
Banyak orang Kristen berpikir bahwa saat mereka memakai kalung salib, menyimpan Alkitab di rumah, maka Allah akan hadir bersama mereka. Pemahaman demikian tidak ada bedanya dari penyembahan berhala. Hal-hal eskternal tidak dapat memberi jaminan sama sekali. Apakah Allah akan bersama kita bergantung pada hubungan kita denganNya. Dengan cara yang sama, Bait Suci bukanlah Allah, jadi Bait Suci tidak dapat mengambil tempat Allah. Allah tidak tinggal di dalam Bait Suci. Sama seperti apa yang dikatakan oleh Salomo, “Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit pun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini.’ Setiap kali Salomo memohon pada Allah untuk mendengarkan doanya, dia akan selalu berkata, “yang mendengarkannya di sorga tempat kediaman tetapMu.” Salomo menekankan bahwa tempat kediaman Allah adalah di surga, bukan di Bait Suci di bumi. Kita dapat melihat bahwa Salomo tidak menjadikan Bait Suci sebagai suatu jaminan spiritual. Dia memahami bahwa Bait Suci ini adalah tempat yang ditunjuk olah Allah sebagai tempat bagi umat untuk mencari Dia.
Anda mungkin akan bertanya: Bukankah Allah berada di setiap tempat? Mengapa Allah hanya mendengar saat mereka berdoa di dalam Bait Suci? Memang Allah ada di mana-mana. Dia dapat mendengar tidak kira di mana kita berdoa. Tapi di dalam Perjanjian Lama, Allah memerintahkan bangsa Israel untuk menyembah dan mempersembahkan korban di tempat-tempat yang tertentu. Hanya saat mereka melakukan itu, Allah akan mendengar. Kita harus berdoa dan menyembah sesuai dengan cara yang telah ditunjuk oleh Allah, dan dengan demikian Allah akan berkenan.
Sama seperti orang yang mengira bahwa yang penting adalah percaya pada Yesus, pergi ke gereja atau tidak, tidaklah penting. Terdapat juga orang yang berpikir bahwa mempercayai bahwa ada Allah sudah cukup untuk diselamatkan. Mereka mengira tidaklah perlu untuk bergantug pada Yesus untuk membawa mereka kepada Allah. Kita mau mengenal Allah tapi kita tidak mau mengenalNya sesuai dengan cara yang sudah ditunjuk olehNya. Apakah Anda mengira bahwa Allah akan berkenan dengan sikap yang sedemikian? Inilah situasi bangsa Israel pada zaman para hakim. Semua orang sudah menyimpang, mereka menyembah Allah sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Jadi terjadi kekacauan di seluruh negeri. Lalu, Allah memakai Bait Suci untuk memberikan pada bangsa Israel satu petunjuk jalan. Dengan mengikuti petunjuk ini, mereka dapat mendekati Allah. Mari kita terus membaca dari ayat-ayat 31-32:
Bait Suci adalah tempat di mana Allah menerapkan penghakiman
Bait Suci bukan saja tempat untuk berdoa dan mencari Allah. Bait Suci juga merupakan tempat di mana Allah menerapkan penghakiman. Jika terdapat perselisihan di antara umat Allah dan para tua-tua dan para hakim Israel tidak dapat memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah, mereka bisa datang di hadapan Allah untuk bersumpah bahwa mereka tidak bersalah dan bersih dari noda. Mereka bersumpah untuk menyelesaikan masalah, dan menyerahkan persoalan kepada Allah untuk menghakimi. Salomo juga berdoa kepada Allah, dan memohon kepadaNya untuk menerapkan kebenaran, mengutuk yang jahat dan membenarkan yang benar.
Pokok ini sangatlah penting. Hal ini mengingatkan bangsa Israel untuk takut pada Allah. Allah adalah Allah yang dapat melihat ke dalam hati manusia. Dia dapat melihat segala sesuatu yang telah kita lakukan di dalam kegelapan. Jadi kita jangan sekali-kali datang pada Allah dengan sikap tanpa hormat dan tanpa rasa takzim saat kita pergi ke Bait Suci untuk berdoa kepada Allah. Allah bukan saja Allah yang penuh rahmat tapi Dia juga Allah kebenaran. Dia pasti akan menerapkan kebenaran di antara umatNya, menghukum yang jahat dan membenarkan yang benar. Setiap kali kita berdoa, atau saat kita pergi ke gereja untuk menyembah Allah, kita harus meneliti hubungan kita dengan sesama. Mari kita baca di ayat-ayat 33-40:
Bait Suci adalah tempat di mana dosa diampuni
Tiga pokok dari perikop ini mengingatkan kita bahwa:
Allah itu kudus, Dia tidak menolerir dosa di antara umatNya.
Tidak kira apakah secara pribadi atau kelompok telah berbuat dosa, dosa itu akan mempengaruhi seluruh kelompok.
Jika umat Allah berbuat dosa, Allah akan menarik kembali berkatNya.
Kita tidak boleh menganggap pasti berkat Allah kepada bangsa Israel. Israel bisa berkemenangan ke atas musuh, menikmati cuaca yang bagus, panen yang bagus karena semua itu adalah anugerah dari Allah. Jika bangsa Israel takut pada Allah dengan segenap hati dan akal budi dan menepati perintah-perintahNya, mereka akan terus menikmati anugerah dan kebaikan Allah. Tapi jika mereka memberontak menentang Allah, Allah akan menarik kembali berkat-berkat ini. Bangsa Israel akan mengalami bencana seperti perang, kemarau, kelaparan dan tulah. Sama seperti apa yang dikatakan di ayat 40, Allah melakukan semua itu untuk mengajar mereka untuk takut pada Allah sepanjang hidup mereka.
Salomo menunjukkan bahwa dia memiliki wawasan, dia tahu bahwa bangsa Israel secara tak terelakkan akan berbuat dosa dan mendatangkan murka Allah. Jadi dia mengingatkan umat Israel bahwa jika mereka menemukan bahwa mereka telah berbuat dosa di dalam hati mereka, mereka harus langsung bertobat dan mencari pengampunan dari Allah. Salomo juga memohon pada Allah untuk mendengarkan doa-doa mereka yang dengan tulus hati bertobat dan juga mengampuni dosa-dosa mereka. Perhatikan dengan cermat ayat 39. Salomo tidak berkata bahwa Allah akan mengampuni setiap orang yang berdoa meminta pengampunan. Dia berkata bahwa Allah sesungguhnya mengenal hati manusia. Allah menangani setiap orang sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Itu berarti kita tidak boleh menganggap pasti pengampunan dari Allah. Allah akan melihat ke dalam hati kita. Jika kita sesungguhnya bertobat dari kedalaman hati kita, Allah pasti akan mengampuni kita. Tapi jika kita hanya mau menghibur hati nurani kita dengan doa pertobatan tapi tanpa pertobatan yang sesungguhnya, Allah akah menangani kita sesuai dengan apa yang kita lakukan.
Banyak orang Kristen yang menganggap meminta pengampunan itu sesuatu yang mudah dilakukan. Mereka mengira bahwa setelah mereka berbuat dosa, Allah akan mengampuni mereka setiap kali mereka berdoa kepada Allah meminta pengampunan. Penafsiran ini jelas suatu kekeliruan yang besar. Kita tidak seharusnya menganggap pasti pengampunan dari Allah. Pertobatan kita akan diterima oleh Allah hanya pada saat kita mengambil tindakan yang sesuai dengan pertobatan kita. Jika tidak doa-doa pertobatan kita hanya semacam penawar sementara. Sesuatu yang kita lakukan secara terus menerus yang akhirnya akan membuat hati nurani kita kebal. Hal ini akan membuat keadaan kita menjadi semakin parah dan membuat kita menggali semakin mendalam ke dalam dosa kita.
Saya mengenal seorang saudara yang selalu meminta orang untuk mendoakannya. Karena dia seringkali lemah dan jatuh ke dalam dosa. Tapi dia tidak mau mengaku pada pendetanya apa dosa yang selalu dilakukannya. Sebagai akibatnya, hidup spiritualnya tidak bertumbuh, dan masalahnya menjadi semakin parah. Pada akhirnya, dia dijatuhkan displin gereja karena telah melakukan dosa yang berat. Kita dapat melihat bahwa semua doa meminta pengampunan yang dilakukannya hanyalah untuk menghibur dirinya sendiri. Dia sama sekali tidak mempunyai niat untuk bertobat. Karena itu, dia tidak memperoleh pengampunan dari Allah. Sebagai akibatnya, kehidupan spiritualnya menjadi semakin lemah.
Kita harus memberikan banyak penekanan pada peringatan yang diberikan di ayat 39. Allah mengenal hati manusia, dia akan menangani kita sesuai dengan apa yang telah kita lakukan. Jika Anda dengan tulus bertobat dan meminta pengampunan dari Allah, Dia akan mengampuni Anda. Tapi jika Anda tidak serius dengan dosa dan hanya ingin memakai doa untuk menghibur diri, Allah pasti akan menangani Anda sesuai dengan apa yang Anda lakukan.
Bait Suci memasyurkan nama Allah pada orang non-Yahudi
Mari kita lihat pada ayat-ayat 41-43:
Salomo memiliki hati yang besar. Jadi dia memiliki suatu visi yang luas dan besar. Dia memahami kehendak Allah. Bait Suci ini bukan hanya untuk bangsa Israel tapi juga orang kafir. Orang non-Yahudi bisa tiba pada pengenalan akan Allah melalui Bait Suci ini. Allah mau memakai bangsa Israel untuk menyingkapkan kemuliaannya kepada orang non-Yahudi. Saat orang non-Yahudi yang merindukan Allah datang ke Bait Suci di Yerusalem untuk mencari Allah, Salomo memohon pada Allah untuk mendengarkan doa-doa mereka. Agar mereka tahu bahwa Allah Israel adalah Allah yang benar. Jadi, maksud dari Bait Suci adalah untuk memberitakan nama Allah, yaitu Yahweh.
Kita dapat melihat bahwa Bait Suci mewakili gereja Perjanjian Baru. Gereja adalah terang dunia. Misi kita adalah untuk memimpin orang dari setiap bangsa untuk mengenal Allah. Kiranya kita semua takut pada Allah dengan kesatuan hati dan akal budi, agar Allah berkenan untuk diam di tengah-tengah kita. Hanya dengan cara ini kita dapat berfungsi sebagaimana seharusnya – menjadi terang dunia. Mereka yang tidak mengenal Allah akan datang ke Gereja untuk mencari Allah saat mereka melihat kemuliaan Gereja. Mari kita melihat pada bagian yang terakhir sehubungan dengan doa Salomo, 44-50:
Bait Suci mengingatkan bangsa Israel untuk memusatkan perhatian pada Allah
Salomo mempunyai persepsi spiritual yang sangat bagus. Dia tahu bahwa Bait Suci adalah tempat yang dipilih Allah untuk menjadi perwakilan bagi nama Allah. Itu tidak berarti bahwa saat bangsa Israel berada di tempat lain dan tidak dapat datang ke Yerusalem untuk berdoa, Allah tidak dapat mendengarkan seruan mereka. Karena Allah hadir di mana-mana.. Jadi Salomo tidak melihat Bait Suci sebagai satu-satunya tempat dimana Allah berdiam. Di dalam hati Salomo, Allah tinggal di surga, tapi Dia juga peduli pada segala sesuatu dan setiap manusia yang berada di muka bumi. Dia berada di mana-mana dan dia mengetahui segala sesuatu.
Salomo di ayat-ayat 44-45 berdoa untuk bangsa I srael yang sedang bertempur di dalam pertarungan di tempat yang jauh. Karena mereka berada di negeri-negeri asing, mereka tidak dapat datang ke Bait Suci untuk berdoa kepada Allah. Tapi jika mereka mengingat Allah dan menghadap ke Yerusalem dan Bait Suci untuk berdoa pada Allah dalam iman, Salomo memohon pada Allah untuk mengingat doa-doa mereka dari kejauhan dan membantu mereka untuk berkemenangan. Salomo sedang mengajar bangsa Israel untuk menyembah dan berdoa pada Allah dalam iman di setiap tempat dan di setiap waktu. Hubungan bangsa Israel dengan Allah tidak dipengaruhi oleh di mana mereka tinggal. Tidak kira di mana mereka berada, mereka hanya perlu memandang pada Allah dan mencarinya dengan iman, Allah pasti akan mengingat mereka.
Ayat-ayat 46-50 menyebut tentang satu lagi situasi. Situasi di mana bangsa Israel dibawa sebagai tawanan ke tanah-tanah asing karena pemberontakan mereka melawan Allah. Walaupun tidak ada Bait Suci di tempat asing, Allah tetap akan mendengarkan doa mereka dan berbelas kasihan pada mereka jika mereka kembali melayani Allah dengan segenap hati dan akal budi dan berdoa pada Allah di dalam iman dengan berkiblatkan Yerusalem dan Bait Suci.
Hal-hal yang menarik adalah bahwa Salomo sedang menubuatkan bahwa Israel akan pada suatu hari nanti dibawa sebagai tawanan ke negeri asing karena pemberontakan mereka melawan Allah. Namun Salomo juga memberi mereka pengharapan bahwa jika mereka mau bertobat dan kembali kepada Allah dengan segenap hati dan akal budi, tidak kira di mana mereka berada, Allah akan mendengarkan doa-doa mereka. Saya yakin banyak orang Israel yang saleh akan mengingat doa yang dipanjat oleh Salomo ini. Daniel merupakan salah satu dari mereka. Saat dia berada di Babilonia, dia menghadap Yerusalem, berlutut dan berdoa kepada Allah tiga kali sehari. Allah mendengarkan seruannya.
Kita telah tiba pada pengakhiran dari PA hari ini. Di PA yang akan datang, kita akan melihat pada pasal 9 dari kitab 1 Raja-Raja.